Kamis, 26 Februari 2015

Bergantung pada kekuatan Allah

Seorang pemimpin harus bisa mempercayai bawahannya, ia bukan seorang 'superbisa' yang hanya puas jika semua dikerjakan oleh tangannya sendiri.
Firman Tuhan contohkan : "Kemudian Yosua mengumpulkan semua suku orang Israel di Sikhem. Dipanggilnya para tua-tua orang Israel, para kepalanya, para hakimnya dan para pengatur pasukannya, lalu mereka berdiri di hadapan Allah." (Yos 24:1)

Yosua dipilih Allah dan diberi kuasa untuk menggantikan Musa adalah pemimpin yang tahu keterbatasan dirinya, ia mau berbagi tugas kepemimpinannya bersama struktur di bawahnya. Selain itu, ia juga memimpin bawahannya untuk datang di hadapan Tuhan.

Dalam rumah tanggapun seorang pemimpin, baik ayah atau ibu, adalah imam yang harus sadar kedua hal ini:
Pertama, dia tidak boleh menjadi seperti raja kecil, atau bukan "Si superbisa" yang memusatkan semua kepada diri sendiri, karena kepemimpinannya pasti gagal.

Kedua, ia harus membawa keluarga untuk terus hidup di hadapan Tuhan, dan inilah kunci keberhasilannya.

Rasul Paulus seorang pemimpin dalam perjanjian baru sangat bergantung pada kekuatan Allah "Demikianlah pula, ketika aku datang kepadamu, saudara-saudara, aku tidak datang dengan kata-kata yang indah atau dengan hikmat untuk menyampaikan kesaksian Allah kepada kamu ...... tetapi dengan keyakinan akan kekuatan Roh, supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah."  [1 Korintus 2:1,4-5].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar